Orangtua mana yang tidak ingin anaknya menjadi hufadz Al-Qur’an? Guru mana yang tidak menginginkan anak didiknya menjadi para penghafal Al-Qur’an?. Para orangtua dan guru haruslah membangun kerjasama agar putra-putri serta anak didiknya menikmati proses menghafal Al-Qur’an. Konsep di rumah dan di sekolah hendaklah sejalan.
Terkhusus para pengajar Al Quran di lembaga-lembaga tahfidz atau di sekolah yang memiliki ihtimam (perhatian) yang diwujudkan dalam muatan lokal kurikulumnya, sudah melakukan berbagai upaya untuk mencari metode yang terbaik sehingga menghasilkan output yang optimal. Metode terbaik bisa saja bersifat subjektif mengingat potensi anak yang beragam. Sampai saat ini ketika ditemukan suatu metode baru, dan ditemukan kendalanya semangat uji cobapun melemah, dan kembali ke metode konvensional. Dengan demikian, timbul pertanyaan, apa yang bisa dilakukan oleh pengajar tahfidz, mengapa hafalan Al-Quran cepat dilupakan anak, dan metode apa yang bisa mengakomodir tiga gaya belajar anak?, jawabannya adalah sebagai berikut:
1. Eksplorasi terhadap metode hafalan Al-Qur’an
Keinginan mendapatkan hasil yang optimal dalam membentuk penghafal Al-Qur’an di kalangan anak-anak, menimbulkan kepedulian para pengajar hafalan Al-Qur’an untuk mengksplorasi berbagai metode hafalan yang cepat dan relatif permanen. Hal ini ditunjang dengan perkembangan teknologi atau media juga berbagai cetakan mushaf yang sangat variatif dan didesain semudah mungkin untuk menghafal.
Dalam metode yang sependek penulis ketahui, pada dasarnya bersifat subjektif mengingat potensi dan gaya belajar setiap orang yang berbeda. Ada yang dengan cara at-tikrar (pengulangan), ada yang harus dengan menuliskan kembali ayat yang dihafal, juga ada yang mesti faham maknanya (walaupun butuh waktu agak lama), dan ada juga yang dengan cara scanning (mempotret mushaf dengan memperhatikan lekukan tulisan ayat serta posisi ayat), dan mungkin banyak lagi metode yang dirasakan cocok bagi seseorang, namun belum tentu bagi orang lain. Hal ini membuat para pengajar tahfidz anak mencari pendekatan metode yang cocok buat dunia anak.
2. Meminimalisir lupa dan hafalan lebih permanen
Agaknya sudah menjadi tabiat sebuah hafalan itu adalah “lupa” hal ini pasti dirasakan oleh yang pernah mencoba menghafal Al-Qur’an. Lupa (nisyan) itu ada yang sifatnya anuegrah ada juga yang tercela, lupa dalam hafalan al-Qur’an adalah hal yang harus diminimalisir.
Hikmah lupa dalam menghafal Al-Qur’an adalah untuk menambah pahala ikhtiar kita dalam proses menghafal, semakin lama proses perjuangan menghafalnya akan semakin banyak pahala bersusah payahnya.
Menurut syeikh Prof. DR.Nashir bin Sulaiman Al Umar, salah satu bentuk ikhtiar dalam memelihara hafalan Al-Quran adalah:
- a. Selalu memuroja’ah hafalan kita seumur hidup, hal ini bisa dilakukan mulai dari 80 kali sampai 300 kali, jadi kalau kita masih kurang dari 80 kali mengulang, sangatlah wajar hafalan kita cepat menguap.
- b. Hendaknya punya satu hafalan yang benar-benar kita kuasai.
- c. Tidak melalaikan program harian hafalannya.
3. Apakah metode gerakan dalam menghafal Al-Qur’an sebagai salah satu solusi?
Dalam surat Al-Qamar jaminan kemudahan Al-Qur’an untuk diingat ,diulang dengan redaksi yang sama dalam 4 ayat yang berbeda. Allah Swt berfirman dalam ayat 17:
و َ لَقَدْ يَسَّر ْ نَا الْقُر ْ آنَ لِلذ ِكْر ِ فَهَلْ مِن ْ مُدَّكِر
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?
Dalam kaidah tafsir At-Tikrar (repetisi), tidaklah semata-mata Allah mengulang firmanNya melainkan hal itu sangat penting untuk menjadi perhatian akan pesan yang disampaikan.
Ketika Allah mengatakan mudah dalam menghafal Al- Qur’an dan kita mengatakan sebaliknya, maka sesungguhnya kitalah yang bermasalah dengan mindset kita, kita ragu dengan jaminan Allah. Untuk itu kita selaraskan mindset kita bahwa menghafal adalah hal yang mudah dengan menjalani sunnatullahNya. Setelah yakin dengan kemudahan menghafal Al- Qur’an tanamkan mindset ini kepada anak didik kita, agar mereka tak punya beban dalam menjalani proses menghafal. Seringkali saya mendapati anak yang masuk ekskul tahfidz tanpa semangat, setelah ngobrol dengan sang anak ternyata pilihan ekskulnya adalah karena tekanan orangtua sementara anak sendiri tak menginginkannya. Mungkin arahan para orangtua atau bahkan guru ini kurang ditunjang dengan pemanasan motivasi terlebih dahulu.
Dengan ijin Allah saya bersyukur sekali menjadi bagian dari keluarga Al amanah yang lingkungannya begitu memiliki ghirah keislaman yang sangat baik. Dua belas tahun saya mengajar di Sekolah Dasar Islam Al Amanah, selama itu pula saya diamanahi untuk mengampu mata pelajaran tahfidz. Saya memiliki kesempatan untuk belajar dan belajar lagi dalam mengajar. Hingga di tahun kedua mengajar saya diberi kesempatan oleh sekolah untuk menghadiri undangan saresehan nasional tentang metode gerakan dalam menghafal al Quran yang diadakan salah satu sekolah Islam di daerah Nagreg.
Setelah sharing tentang oleh-oleh saresehan ini, disepakatilah untuk mencoba metode gerakan ini diterapkan dalam pengajaran tahfidz di lembaga. Kelas yang saya pegang adalah kelas satu pada waktu itu, dan memulai dengan awal juz ‘amma yaitu surat An Naba’.
Teknis mengajarkan tahfidz dengan metode gerakan ini membuat antusias anak-anak, tentu saja pelafalan makhorijul huruf dalam membaca ayat tetap menjadi prioritas utama. Gerakan-gerakan yang diajarkan menggambarkan makna ayat secara global, dan makna ayat secara bersamaan disampaikan kepada anak-anak. Walaupun gerakannya sifatnya tidak baku namun ada gerakan-gerakan yang hampir banyak digunakan seperti ketika menyebutkan lafadz al ardlu, tangan dibuat melingkar. Ketika lafadz maa’ atau air, jari-jari di gerakkan dari atas ke bawah, dan banyak lagi gerakan-gerakan lain.
Metode gerakan ini cocok diajarkan di level bawah, karena setelah dievaluasi untuk kelas atas sudah agak malu-malu untuk mengikuti gerakan yang dicontohkan guru.
Alhamdulillah metode ini sudah beberapa tahun diterapkan di kelas bawah dan anak-anak tampak senang. Namun metode ini mengalami kendala ketika masuk masa pandemi, tidak efektif kala disampaikan secara online.
Menghafal Al-Qur’an dengan metode gerakan dapat mengakomodir gaya belajar anak yang audiotorial, visual, dan kinestetik karena secara proses, ketiga hal ini muncul secara bersamaan. Namun selayaknya sebuah metode, pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, begitupun dengan metode gerakan, kekurangannya adalah perlu konsistensi yang tinggi terutama buat pengajar. Karena pengajar harus kuat dulu dalam menciptakan gerakan-gerakan yang sekiranya bisa memperkuat hafalan anak.
Apapun metodenya dalam menghafal Al-Quran itu tak boleh lepas dari 2 aktivitas, yaitu muroja’ah dan ziyadah. Karena ziyadah adalah tanda cinta sedangkan muroja’ah adalah tanda setia.